Selasa, 20 November 2012

Sufla Ulliya


Rerumputan dan dedaunan masih basah oleh embun. Fajar hampir menyingsing ke permukaan langit. Burung-burung sudah riuh di sarangnya hendak mencari rezeki pagi-pagi. Di sini, di tanggul inilah aku selalu berada kelak jika aku ingin menelfonmu. Ulliya, di tambak ikan itu air beriak kecil, ikan kecil-kecil menari-nari. 

Dua tahun yang lalu, saat aku dalam keadaan galau dengan musibah yang menimpaku. Melalui akun facebook, aku menyapanya. Seorang gadis yang pemalu, kelahiran tahun 1993 itu. Namanya Sufla Ulliya. Namun dia sangat senang jika di sapa dengan Ulliya. Gadis yang berkuliah pada jurusan Tarbiyah Bahasa Inggris di IAIN SU ini menjadi seorang motivasi dalam melanjutkan kisah hidupku. 

Tak kusangka, gadis ini memiliki hati mulia, sikap ramah dan tentu saja memiliki senyuman yang sangat manis. Dua tahun kami melakukan komunikasi lewat hape, tanpa ada bertatap muka. Tapi, aku maupun dia, terasa akrab bagaikan ada hubungan persaudaraan. 

Berawal pada subuhku yang kesepian, hanya ditemani laptop yang kupinjam dari kawanku. Aku membuka facebook, lalu muncul di dindingku sebauah nama. Anis fakhriyah, ya kalau tak salah nama itu. Kukirimi pesan padanya, “Salam kenal.” Dia memberi sebuah jawaban yang santun. “Iya kak, salam kenal juga.” Berawal dari sinilah ceritaku dengannya. 

Panjang percakapan kami melalui pesan di facebook subuh itu. Hingga saling beri nomor hape. Komunikasi pun mulai terlaksana lewat hape. Ocehan-ocehannya membuatku semakin penasaran ingin selalu dekat dengannya. Aku juga banyak bercerita tentang kisah suram dalam hidupku pada dirinya. Semuanya ditanggapinya dengan baik, dan juga memberikan solusi serta semangat padaku. 

Sejak itu, komunikasi kami terus berjalan lancar. Sesekali aku juga merasa cemburu jika dia menceritakan lelaki lain. Padahal, aku bukanlah siapa-siapa bagi dirinya, hanya sebatas kenalan facebook. Ternyata, dia juga. Dia juga cemburu jika bercerita demikian. Kurasa saat itu batin kami sudah mulai menyatu. 

Sebuah pagi, mungkin saat matahari sepenggalahan, aku menelfonnya. Kali itu, kami bercanda sangat heboh. Ibunya ada bersamanya waktu itu. Aku bertanya, “Harga bukak dasar adik berapa..?” “Apanya, Kak?” balasnya. “Mahar untuk meminang adik itu berapa?” jelasku. Dia dan ibunya memecahkan tawa sangat besar pagi itu. Aneh katanya diriku, sebab mencuatkan kata “buka dasar” padanya. Sejak itu pula ibunya menyebutku dengan sebutan Buka Dasar. 

Tahun baru tiba. Tepat pada tangga 01 Januari 2012, kala bulan sudah bekerja menerangi dunia dari gelapnya malam, saat para bintang juga menari memperindah malam, suasana berubah. Dulu yang hanya sebatas kenalan facebook, hanya sebatas komunikasi kakak dan adik, tapi beranjak menjalin hubungan kasih sayang. Keyakinan itu tak tahu dari mana datangnya, kepercayaan itu juga tak tahu dari mana asalnya, namun aku percaya dan yakin akan dirinya. Setidaknya, aku bisa merasakan kembali sedikit kebahagiaan yang dulu pernah kurasakan dengan mereka-mereka yang telah pergi meninggalkanku selamanya. 

Malam itu, ada rayu dan goda. Dia tertawa. Aku bertanya, “Kenapa kau tertawa?” Dia senyum-senyum kecil, seraya mengutarakan kata iya atas kesepakatan membina hubungan cinta. Lalu, kutanyakan kabar Pinokio, ya itu nama lelaki itu, katanya. Ringkas saja dia menjawab, “Adik memang udah ga betah lagi dengannya, Kak. Namun adik ga mau, adik yang memutuskan hubungan kami. Sebab adik takut dia bunuh diri, begitu katanya pada adik, Kak!!!” Kupikir benar juga rupanya kata adikku ini. Lelaki cengeng, mengharap cinta sang gadis dengan ancaman bunuh diri, eh eh lemah kalilah kau Pinokio. 

Aceh, 21 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post